ANALISIS KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS OLEH PRODUK HIT
Produk
HIT dianggap merupakan anti nyamuk yang efektif dan murah untuk
menjauhkan nyamuk dari kita… Tetapi, ternyata murahnya harga tersebut
juga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT.
Telah ditemukan
zat kimia berbahaya di dalam kandungan kimia HIT yang dapat
membahayakan kesehatan konsumennya, yaitu Propoxur dan Diklorvos. 2 zat
ini berakibat buruk bagi manusia, antara lain keracunan terhadap darah,
gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh,
kanker hati dan kanker lambung.
Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang
Departemen
Pertanian juga telah mengeluarkan larangan penggunaan Diklorvos untuk
pestisida dalam rumah tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika
Online). Hal itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa
pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum
sebagai konsumen. Produsen masih dapat menciptakan produk baru yang
berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah.
Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :
1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”
PT
Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang
adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka. Akibatnya, kesehatan
konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
PT
Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka,
dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida,
harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
3. Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang
dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
PT
Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut
tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.
Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya
walaupun sudah ada korban dari produknya.
4. Pasal 19 :
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian
konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen.
Sumber : http://mayaastuti2009.blogspot.com/2011/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html